Kamis, 31 Juli 2008

Problem Solver,It's YOU??

Hampir setiap hari manusia selalu memiliki permasalahan. Baik itu dalam kadar yang kecil maupun besar. Dan setiap manusia juga memiliki kemampuan untuk membantu memecahkan masalah, dalam hal ini sebagai problem solver. Sebagai problem solver, setiap orang hendaknya dituntut untuk mampu mengenal kepribadian orang yang sedang memiliki permasalahan. Dengan mengetahui bagaimana kepribadian seseorang tersebut, seorang problem solver akan lebih mudah mengambil langkah pendekatan seperti apa yang harus dilakukannya agar mampu memberikan sentuhan yang mampu membantu seseorang memecahkan masalah. Setelah langkah awal tersebut dikuasai, seorang problem solver hendaknya tidak memberikan solusi yang sudah jadi, artinya permasalahan X hanya bisa di atasi dengan solusi Y saja. Akan tetapi seorang problem solver harus mampu memberikan penjabaran beberapa opsi penyesaian masalah. Misalnya permasalahan X, diberikan opsi dengan penyelesaian Y1, Y2, Y3, dan seterusnya. Dengan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemilik masalah untuk memutuskan solusi mana yang harus diambil dengan sistem pointer frekuensi positif dan negatif.

Masalah

Organization Chart

Dan yang terpenting seorang problem solver juga harus bisa membantu memberikan solusi yang mampu menyejukkan jiwa


Menjadi Pribadi yang Simpatik

Pas_photoqu_1 Mengintip salah satu iklan di televisi “ Kesan pertama begitu menggoda,selanjutnya terserah anda”, demikianlah bunyi iklan yang menunjukkan bahwa penampilan kita menjadi sesuatu yang penting ketika melakukan interaksi dengan seseorang. Dengan penampilan yang menarik, tentunya akan banyak orang yang menaruh perhatian kepada kita. Akan tetapi, jangan terjebak pada kata” menarik” yang seringkali berorientasi pada fisik semata, tetapi menarik dalam artian yang lebih luas, yakni yang mampu merebut simpati orang lain.

Sayangnya, akhir-akhir ini penampilan yang menarik seringkali menjadi suatu komoditi untuk menjebak orang lain. Para penjahat modern tak lagi memiliki identitas sebagai seseorang yang bermuka seram, berpakaian compang-camping, menutup muka,dan lain-lain, akan tetapi mereka justru beralih jalur menjadi seorang penjahat yang rapi, berdasi, dengan tujuan mampu memperdayai sasarannya.Karena itulah menarik secara fisik tidak dapat dijadikan jaminan bahwa orang itu juga memiliki kepribadian yang menarik pula.

Bagi seseorang yang terbiasa menjalin interaksi dengan orang lain terutama dalam dunia kerja tentunya harus memiliki kiat-kiat khusus untuk bisa dan mampu menjadi seseorang yang diadakan dalam lingkungannya, terutama bagi para karyawan yang memiliki kebutuhan untuk menghargai dan menghormati atasan dan teman sekerja.

Sejumlah kriteria tentang pribadi yang menarik, khususnya dalam dunia kerja itulah yang akhirnya dipaparkan oleh Soejitno Irmim dan Abdul Rochim dalam bukunya yang berjudul Penampilan Pribadi Yang Simpatik.

Buku ini secara sederhana mengulas hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana berpenampilan simpatik sehingga bisa disenangi atasan dan teman sekerja, seperti bertutur kata halus dan sopan,menghargai atasan dan rekan sekerja, suka membantu orang lain, mau mengerti kesulitan atasan, bisa menempatkan diri, selalu menampakkan wajah ceria dan murah senyum, tidak segan meminta maaf, mudah memberi maaf, mudah menyesuaikan diri, mampu menterjemahkan keinginan atasan,mudah diajak kerjasama, suka mengakui kelebihan orang lain, suka memberikan ide dan saran kepada atasan, memiliki loyalitas yang tinggi, dan yang terakhir adalah tidak suka membuat konflik.

Untuk memperkuat gagasan, penulis menyertakan beberapa dalil seperti hadist, contoh tingkah laku Nabi Muhammad, serta pesan dari beberapa tokoh seperti Ibu Teresa, Henry Ward Beecher,AA GYM,dll. Mereka adalah beberapa tokoh yang memiliki sifat “menarik” sehingga banyak dikagumi orang banyak.Contohnya ketika penulis mengulas masalah tentang salah satu ciri orang yang berpenampilan menarik yakni memperhatikan kualitas ucapan, dalam buku ini penulis menyertakan ucapan AA GYM, bahwa lidah seseorang dapat menyelamatkan dan membahayakan dirinya, dan masih banyak contoh yang lain,yang tentunya oleh penulis dikemas semenarik mungkin.

Diksi yang digunakan oleh penulis dalam menyampaikan gagasannya sangat mudah dipahami, tidak memerlukan pemikiran yang berliku – liku. Sebagai bacaan ringan, buku ini telah mampu menggugah hati para pembaca yang selama ini mungkin penampilan pribadi yang simpatik itu tidak terlalu dikedepankan. Menjadi pribadi yang simpatik sangat memberikan keuntungan bagi kita, terutama dalam dunia kerja misalnya mau mengerti kesulitan atasan, agar dapat dicintai. Sayangnya, tidak semua karyawan tahu bagaimana caranya.

Mengintip salah satu iklan di telavisi “ Kesan pertama begitu menggoda,selanjutnya terserah anda”, demikianlah bunyi iklan yang menunjukkan bahwa penampilan kita menjadi sesuatu yang penting ketika melakukan interaksi dengan seseorang. Dengan penampilan yang menarik, tentunya akan banyak orang yang menaruh perhatian kepada kita. Akan tetapi, jangan terjebak pada kata” menarik” yang seringkali berorientasi pada fisik semata, tetapi menarik dalam artian yang lebih luas, yakni yang mampu merebut simpati orang lain.

Sayangnya, akhir-akhir ini penampilan yang menarik seringkali menjadi suatu komoditi untuk menjebak orang lain. Para penjahat modern tak lagi memiliki identitas sebagai seseorang yang bermuka seram, berpakaian compang-camping, menutup muka,dan lain-lain, akan tetapi mereka justru beralih jalur menjadi seorang penjahat yang rapi, berdasi, dengan tujuan mampu memperdayai sasarannya.Karena itulah menarik secara fisik tidak dapat dijadikan jaminan bahwa orang itu juga memiliki kepribadian yang menarik pula.

Bagi seseorang yang terbiasa menjalin interaksi dengan orang lain terutama dalam dunia kerja tentunya harus memiliki kiat-kiat khusus untuk bisa dan mampu menjadi seseorang yang diadakan dalam lingkungannya, terutama bagi para karyawan yang memiliki kebutuhan untuk menghargai dan menghormati atasan dan teman sekerja.

Sejumlah kriteria tentang pribadi yang menarik, khususnya dalam dunia kerja itulah yang akhirnya dipaparkan oleh Soejitno Irmim dan Abdul Rochim dalam bukunya yang berjudul Penampilan Pribadi Yang Simpatik.

Buku ini secara sederhana mengulas hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana berpenampilan simpatik sehingga bisa disenangi atasan dan teman sekerja, seperti bertutur kata halus dan sopan,menghargai atasan dan rekan sekerja, suka membantu orang lain, mau mengerti kesulitan atasan, bisa menempatkan diri, selalu menampakkan wajah ceria dan murah senyum, tidak segan meminta maaf, mudah memberi maaf, mudah menyesuaikan diri, mampu menterjemahkan keinginan atasan,mudah diajak kerjasama, suka mengakui kelebihan orang lain, suka memberikan ide dan saran kepada atasan, memiliki loyalitas yang tinggi, dan yang terakhir adalah tidak suka membuat konflik.

Untuk memperkuat gagasan, penulis menyertakan beberapa dalil seperti hadist, contoh tingkah laku Nabi Muhammad, serta pesan dari beberapa tokoh seperti Ibu Teresa, Henry Ward Beecher,AA GYM,dll. Mereka adalah beberapa tokoh yang memiliki sifat “menarik” sehingga banyak dikagumi orang banyak.Contohnya ketika penulis mengulas masalah tentang salah satu ciri orang yang berpenampilan menarik yakni memperhatikan kualitas ucapan, dalam buku ini penulis menyertakan ucapan AA GYM, bahwa lidah seseorang dapat menyelamatkan dan membahayakan dirinya, dan masih banyak contoh yang lain,yang tentunya oleh penulis dikemas semenarik mungkin.

Diksi yang digunakan oleh penulis dalam menyampaikan gagasannya sangat mudah dipahami, tidak memerlukan pemikiran yang berliku – liku. Sebagai bacaan ringan, buku ini telah mampu menggugah hati para pembaca yang selama ini mungkin penampilan pribadi yang simpatik itu tidak terlalu dikedepankan. Menjadi pribadi yang simpatik sangat memberikan keuntungan bagi kita, terutama dalam dunia kerja misalnya mau mengerti kesulitan atasan, agar dapat dicintai. Sayangnya, tidak semua karyawan tahu bagaimana caranya.

Malaikat kecil dan puisi

KADO KECIL

Kado kecil ini memang untukmu

Kubeli di outlet murahan

Dengan setumpuk recehan

Yang kukumpulkan,bertaruh puasa sebulan

Inilah yang kujanjikan

Kado kecil di hari penuh sayang
Begitu kan kata orang?

Aku hanya mengikut saja

Karena memang benar kamu yang kusayang



LAGU RINDU

Awan menghitam

Jiwaku turut kelam

Puluhan lelayang

Bangkitkan rinduku terdalam

Hanya ada gambarmu disini

Dan selembar sajak yang tak mampu kumengerti

Aku diam, mengangguk

Kutelan kalimatmu

“Aku Pasti Kembali”



MALAIKAT KECIL & PUISI

Malaikat Kecilku

Datanglah di mimpiku

Seperti malam-malam lalu

Bertemankan angin hangat

Puisi…

Itulah dirimu

Indah untuk kunyanyikan

Menyayat untuk kulantunkan

Malaikat kecilku

Datanglah dimimpiku

Bersama puisi,

menyetiaiku

Setia Vs Luka

Malam itu langit kembali mengguyurkan keringatnya, mungkin karena lelah bekerja seharian penuh. Ia nampak muram, temannya yang bernama bulan dan bintang pun enggan mengajaknya menari, daun-daun bercengkerama dengan katak malam, mereka saling membisikkan sesuatu.

Hujan belum juga mereda, ketika Siti Mariyah, gadis desa yang menikah sebulan yang lalu dengan seorang pengusaha muda mulai terkantuk –kantuk sambil memijit punggung suaminya yang baru saja pulang kerja.

“ Dik, kalau kamu ngantuk mendingan kamu tidur dulu?”

“ Oh, e e enggak mas, aku masih kuat kok mijitin mas Budi sampai pagi.”

“ sst ( sambil membalikkan badan), jangan dipaksa, entar kamu malah sakit, trus besok nggak ada yang buatin aku sarapan.”

“ mas Budi tenang saja, itu sudah jadi kewajiban aku sebagi seorang istri.”

“ Dik, kamu terlalu baik buat aku, tidak salah aku mengawinimu.”

“ Justru aku yang bersyukur karena mendapat suami seperti mas.”

Kemesraan itupun tak terhenti hingga pagi tiba.

Adalah keberuntungan bagi Siti, begitu suaminya menyebut namanya, karena menikah dengan Budi. Seorang pemuda dari

kota

yang berpawakan bagus, tampan, sudah bekerja di sebuah bank pemerintah, dan dari keluarga baik-baik. Siti adalah gadis desa lulusan sekolah menengah. Mereka dijodohkan oleh orang tua mereka lewat saudaranya Budi. Setelah bertemu ternyata keduanya memang sama-sama cocok, akhirnya keputusan untuk menikahpun dilaksanakan sebulan setelah perkenalan itu.

Memang terlihat singkat, namun keduanya selalu saja berusaha untuk mengenal lebih dekat, Budi seorang pemuda yang tampan pun harus berkorban meninggalkan Rina, pacarnya sebelum kenal dengan Siti. Budi melihat bahwa perempuan seperti Sitilah yang bisa dijadikan sebagai pendamping hidup, bisa mengatur anak, sekaligus melayani dirinya.

Setelah menikah mereka memutuskan untuk hidup pisah dengan orang tua mereka, Budi telah mengontrak sebuah rumah sederhana di pinggir

kota

, yang dekat dengan tempat kerjanya. Dengan penuh bijaksana Siti selalu melayani suaminya yang baik itu, ia tidak pernah mencampuri urusan suaminya, ia sangat percaya pada suaminya.

Demikian juga dengan Budi yang selalu menyayangi istrinya, baginya hanya Sitilah orang yang patut dihargai. Ia selalu memberikan keleluasaan bagi Siti untuk melakukan apa saja yang disukai, asalkan itu bisa membahagiakannya. Hubungan mereka begitu harmonis, Budi tidak pernah telat pulang, dan Siti selau siap menyambut suaminya pulang, dengan berdandan tipis, dan menyiapkan makanan untuk suaminya. Tetangga mereka pun banyak yang iri melihat kebahagiaan mereka.

“Aku sangat mencintai suamiku.” Begitu kata Siti di sebuah pertemuan reuni SMU. “Dia sangant baik, pengertian dan romantis.”

“ eh, Sit, kamu itu beruntung sekali ya dapat suami yang begitu tampan, baik dan kaya, tidak seperti pacarku, yang sukanya mabuk-mabukan, main perempuan, ih kapan ya aku bisa putus sama dia, kalau kamu ketemu dengan orang yang seperti suamimu, tolong dong, aku dikenalin.” Kata Dewi, sahabat karibnya saat sekolah di SMU itu.”

“ Iya ,ya, gimana sih kamu bisa kenal dia, kok kayak kejatuhan bulan aja, padahal kamu

kan

orangnya kuper, nggak pernah gaul, eh tiba-tiba aja ada yang nglamar, seperti itu lagi.” Timpal yuni, teman sekelasnya juga.

Begitulah, kebahagiaan mereka sepertinya tidak akan berakhir. Yang ada hanya damai, senyum, dan keceriaan

“ Siti begitu membuat aku yakin bahwa kebahagiaan kami akan abadi, meskipun dia hanya sebagai ibu rumah tangga, tapi dia seorang istri yang pintar dalam mengatur uang, aku bangga memilikinya.” Demikian kata Budi ketika ia bertemu kakaknya di sebuah restoran saat ia makan siang.”

“ Syukurlah jika seperti itu keadaanmu, aku ikut senang. Aku rasa kamu sudah cukup menikmati masa mudamu dengan memiliki banyak pacar, tapi aku harap yang ini jangan kau sia-siakan.”. kata kakanya.

***

Gaunnya berwarna merah muda, tipis memang, setiap mata yang melihat dapat dipastikan mengagumi keindahan tubuhnya yang sangat ideal. Kakinya yang beralaskan sepatu perak dengan hak tinggi itu melangkah dengan cepat dan mantap, cara ia berjalan menunjukkan bahwa dia memiliki status yang tinggi. Tak lama kemudian ia telah memasuki ‘roxy” cafĂ©, sebuah tempat hiburan kaum exekutif muda untuk melepaskan lelah karena sibuk bekerja. Dag, dig, dug suara musik malam itu benar-benar telah menghanyutkan puluhan orang dalam pelarian yang tak berujung, mereka semua lepas dari masalah-masalah yang biasanya menggeluti.

Tangannya memegang sebuah gelas berukuran kecil. Matanya tak henti-hentinya berekelana ke segala arah. Yang tampak hanya beberapa pasangan yang sudah terbang menuju dunia lain. Raut mukanya yang tadi selalu dipenuhi senyuman lebar kini mulai mengendur, muram.

Sudah 2 jam ia duduk disitu, seseorang yang ia tunggu belum muncul juga. Tangan dengan jarinya yang lentik kemudian mengambil handphone dari sakunya, ia memencet sepuluh digit angka yang sudah dua bulan ini sangat ia hafal.

“ Uh, sialan, dimana sih ini orang, tulalit lagi” matanya memerah, memunculkan kekesalan yang amat sangat.

Dua hari yang lalu, perempuan itu, yang biasa dipanggil Dara memang sudah membuat janji dengan seorang laki-laki, sebut saja pacarnya. Mereka adalah pasangan yang sama-sama mencari kenikmatan diluar rumah yang bisa mereka namai penjara. Diantara mereka telah ada komitmen, mereka hanya akan senang-senang jadi tidak akan ada tindak lanjut dari hubungan mereka. Sayangnya, ia juga mendengar kabar, bahwa laki-laki itu telah insyaf, dan kembali pada istrinya, tapi ia tak percaya.

Tiga jam sudah, Dara menunggu kekasihnya, namun tak juga nampak batang hidungnya, dengan langkah lulai ia pulang. Sebuah taksi menghampirinya, matanya nanar, kekasihnya tak datang. Segala macam perkara datang mengerumuninya, ia tidak percaya kalau adegan dalam film dan sinetron – sinetron yang pernah ia lihat, tadi malam ia alami, hidup penuh dengan kepura-puraan.

“ Dara sayang, kamu kok sekarang kelihatan kurus sih, kamu sakit ya”, kata laki-laki yang setahun ini telah menjadikan ia berubah status, dari seorang gadis menjadi seorang istri. Istri yang kelelahan. Dulu Dara adalah seorang istri yang setia, namun kesetiannya hancur karena ia mengetahui bahwa suaminya telah selingkuh, hatinya berontak. Permata yang ia jaga selama tujuh bulan ini telah menjadi keping-keping. Tapi ia tidak berani bersuara, meskipun ia telah berkonsultasi dengan beberapa LSM, namun ia tidak juga menemukan ketenangan. Mulutnya bisu, hatinya memaki, sayang, suaminya tak pernah mendengar makian istrinya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk berkelana dengan seorang laki – laki lain, yah, sudah dua bulan ini.

“ Nggak papa kok, aku baik-baik aja, tumben jam segini kamu sudah pulang, nggak ada acara apa?”

“ Oh, aku memang sengaja mengambil cuti malam, untuk bisa seneng-seneng sama kamu, aku kangen.”

Hati Dara berdegup kencang mendengar ucapan suaminya, yang ia anggap sebagai seorang monster, entah mengapa sejak ia punya kekasih, ia selalu enggan melakukan hubungan suami istri dengan lelaki yang berperut buncit itu, jiwanya goncang. Tapi ia tidak tahu, bagaimana cara ia menolaknya. Malampun berangsut kelabu, sekelabu hati perempuan itu yang terengah-engah dalam pendakian yang tak diinginkannya.

***

Pagi ini matahari terlalu dini menyapa bumi, gumpalan air yang menggelinding di sela-sela daun dengan cepat mengering, beberapa unggas berlari menghangatkan tubuh mereka. Padahal sebenarnya orang-orang masih ingin menghabiskan waktunya di ranjang bersama suami dan istri mereka.

Adalah hebat, pikir Siti yang selama ini tak pernah adu mulut dengan suaminya, sayangnya semalam ia harus menerima hadiah besar dari suaminya, bukan tamparan ataupun tendangan. Tetapi yang ini lebih menyakitkan, sekitar pukul dua belas malam Budi pulang ke rumah dengan penuh hati-hati, suara sepatunya tak terdengar sedikitpun, Siti tertidur pulas di depan TV, tapi matanya mulai melebar ketika ada rangsangan yang datang dari telinganya. Ia mendengar seperti ada orang yang sedang bekerja dan penuh kelelahan, seorang perempuan, yah perempuan yang mengerang-erang karena kelelahan. Siti mencari sumber suara itu,antara percaya dan tidak ia tersadar bahwa suara itu datang dari kamar kecilnya yang ada di rumah bagian belakang.

***

Siti membuka matanya, ia mendapati suaminya telah ada di bibir kasurnya, kepalanya mencoba mengingat apa yang telah terjadi barusan. Belum juga ia menemukan jawabannya, air matanya telah menetes membasahi bantal putihnya. Teriakan Budi dan perempuan itu kamudian terdengar nyaring “ ugh, Dara ayo …lagi..lagi”

“Akh, maass….aku…akgh”.

***

“Apa itu setia, cinta tak butuh setia, aku muak dengan kata itu”, ucap Siti yang akhirnya kini dikagumi oleh banyak laki-laki karena kehebatannya menaklukkan semua mata keranjang itu. Malam-malam ia lalui dengan semangat yang merajang, sel-sel tubuhnya tak pernah berhenti meneriaki, “Biadab suamiku, akupun bisa menjadi lebih biadab.”

Hidupnya berubah, penuh dengan kebebasan, sangat bebas. Kelembutannya sebagai seorang istri telah hancur, ia tak lagi perduli dengan semua mata yang dulu pernah mengaguminya, dan kini tak sudi meliriknya. Baginya, ketika wanita telah begitu banyak berkorban pada suaminya dengan modal rasa setia, dan ternyata suaminya telah mengkhianatinya, maka saat itu juga telah hancur makhluk yang bernama wanita. Meskipun suaminya kini telah mengabdikan diri sepenuhnya untuk istrinya, namun hati Siti terlalu mulia untuk dinistakan, maka kehancuranpun tak mampu lagi terbendungkan.

***

Berita Duka

HARI INI KAMI BERDUKA

Mawar_biru_7242006102801am_rose3

Hari ini kami berduka,

Sebab rengekan tangis yang lama terindu

Tinggal semu

Ayunan kayu di halaman rumah kami

Tak bergoyang, menunduk, pilu sungguh

Hari ini kami berduka

Sebab dua ratus delapan puluh hari

Terasa begitu lama, namun tak jua terdengar manja

Hari ini kami berduka

Sebab mata kecil dan mulut mungil

Menggenangkan perih

Terkujur kaku di rahim yang ingin terpanggil ibu

Kami kelu, tak ada lagi saksi di pemilu

Di rerimbun angin luruh menerpa

Menggulas rasa,

Karena hari ini kami berduka


Yogya, 2004

kutulis lagu saat terluka karenamu...

DALAM

Sejenak kubersamamu
menjalani kedekatan ini
ntah mengapa rasa ini
begitu...DALAM...

Cintamu terlampau singkat
mesramu baru sesaat
ntah mengapa luka ini begitu...DALAM...

Reff
Oo..aku..tak percaya
kata manismu
hanya bungkus dusta
seolah cinta...
terlanjur aku menyerahkan rasa
dan akhirnya hatiku terluka

Pingin Hubungan Kita Langgeng??


Adalah naluriah jika seorang manusia jatuh cinta dengan lawan jenisnya. Jatuh cinta itu indah, penuh dengan perasaan berbunga. Dunia serasa milik berdua dan yang lain hanyalah hiasan saja. Apapun dilakukan untuk dapat mewujudkan cinta itu. Tapi, ketika cinta itu terwujud, mudahkah kita menjaga hubungan tersebut supaya lebih mendalam dan memuaskan?

Banyaknya kasus gonta-ganti pacar, perceraian hingga KDRT merupakan contoh betapa sulitnya kita menjaga sebuah hubungan yang spesial ini.

Pria dan wanita berasal dari tempat yang berbeda, tentunya mereka juga memiliki karakter yang berbeda pula. Wanita yang selalu ingin diperhatikan dan pria yang slalu ingin dipercaya. Wanita ingin dicintai dan pria ingin merasa dibutuhkan. Wanita membutuhkan kesetiaan dan pria membutuhkan kekaguman, dan masih banyak hal lain yang membuat dua sosok itu berbeda.

Unsur-unsur apa saja yang mampu menjaga hubungan kita?

  1. Komunikasi merupakan sarana yang cukup penting dalam sebuah hubungan, sedangkan pertengkaran adalah unsur paling merusak. Pertengkaran sangat menyakitkan, untuk itu sangat perlu untuk dihindari. Mencoba untuk saling menghargai dan menerima keadaan masing-masing cukup membantu mencegah pertengkaran.
  2. Tak lelah memotivasi pasangan. Rahasia memberi semangat masih berlaku hingga sekarang. Kaum pria jadi termotvasi dan bersemangat kala mereka merasa dibutuhkan.Jika ia merasa tidak dibutuhkan, lambat laun ia menjadi pasif dan kurang bergairah. Sama halnya dengan seorang pria, seorang wanitapun akan merasa termotivasi jika ia merasa dicintai. Jika tidak, maka lambat laun ia akan merasa terpakasa dan kelelahan karena terlampau banyak memberi.
  3. Jangan pernah berusaha merubah pasangan anda seperti yang anda kehendaki. Keluhan yang serng diungkapkan pria mengenai wanita dalah bahwa wanita senantiasa mencoba mengubah pria. Berilah mereka dukungan, karena dengan cara demikian cinta itu akan tetap terjaga.

Belajar mengendalikan emosi, tak mudah terpancing amarah, berusaha mengomunikasikan setiap permasalahan dan senantiasa menghargai perbedaan masng-masing merupakan upaya jitu untuk memberikan kesempatan agar cinta terus berkembang...

By: emmySs

Tulisan ini bersumber dari bukunya John Gray, Ph.d yang berjudul Men Are From Mars Women Are From Venus

Sastra Feminis

KETIDAKADILAN GENDER DAN NAFAS FEMINISME DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SURBAN

KARYA ABIDAH EL KHALIQY

A. Pendahuluan

Wanita merupakan obyek menarik untuk dibicarakan karena makhluk yang satu ini seakan tidak henti-hentinya menjadi objek perdebatan dan perbincangan, baik di dalam diskusi-diskusi, seminar-seminar, maupun di dalam pembicaraan – pembicaraan tidak formal. Pada satu sisi, wanita harus bertarung dengan dirinya sendiri; antara keinginan dan kemampuan, antara harapan dan kenyataan. Pada sisi lain, kemampuan yang dimilikinya sering terhambat oleh hegemoni budaya yang meletakkan wanita sebagai obyek dan sebagai makhluk setelah laki-laki. Dari fenomena ini akhirnya melahirkan gerakan –gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak yang sampai kini harus diperjuangkan.

Perjuangan ini dilakukan baik oleh pihak wanita sendiri maupun oleh pihak laki-laki melalui berbagai macam media. Karya sastra adalah salah satu media yang dipakai untuk memperjuangkan dan mengampanyekan persamaan hak wanita. Gerakan feminis dalam novel-novel Indonesia menjadi salah satu ciri dari sastra mutakhir. Hal ini dapat di lihat dengan banyaknya karya sastra yang lahir akhir-akhir ini yang bernafaskan gerakan perempuan.

Dari uraian diatas, kajian wanita dalam karya sastra menarik dan perlu dilakukan. Hal ini akan memperkaya konsep wanita ideal atau sebaliknya. Selain itu, hasil kajian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan sastra mutakhir di
Indonesia, khususnya mengenai konsep wanita dalam karya sastra.

B. Tentang Feminisme: Semacam Provokasi

Feminisme, sebagaimana tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan kaum pria. Feminisme lahir oleh kondisi dan keadaan yang harus diterima oleh kaum perempuan dalam bentuk penindasan, peminggiran hak, kesenjangan hak, dan berbagai bentuk pelecehan lainnya.

Simone de beavoir, walaupun bukan pengarang feminis pertama yang melahirkan gender, hegemoni dan budaya, namun ia telah melakukannya dengan begitu tajamnya. Sehingga pandangan-pandangannya tetap berlaku hingga sekarang. Dalam penghancuran Gerakan perempuan di Indonesia, Saskia Eleonora Wieringa mengutip pemikiran Simone tentang gender yang tertuang dalam The second Sex (1974). Didalam The Second Sex, Simone mencela determinisme biologis yang waktu itu merupakan cara teorisasi tentang pembedaan antara seks-seks yang dominan. Ide bahwa alam ialah takdir, bahwa perempuan karena daya pro-kreatif mereka, ialah bertanggung jawab terhadap rumah tangga, terhadap pengasuhan, dan pemeliharaan anak. Walaupun tidak menggunakan gender, Simone menegaskan bahwa orang tidak dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki, tetapi menjadi seorang yang mengintrodusir ide bahwa jati diri orang ialah suatu konstruksi budaya, dan bukan suatu ketentuan lain.

Perjuangan perempuan melawan keterikatan pada hubungan kekuasaan yang menempatkannya pada kedudukan yang lebih rendah dibandingakan dengan laki-laki merupakan perjuangan sepanjang hidup, demikian kata Mansur fakih dalam transformasi Sosial. Perempuan Indonesiamempunyai kesulitan dan pengalaman getir yang sama seperti saudara-saudaranya di negara-negara terbelakang yang masih mempertahankan patriarki. Patriarki atau struktur sosial kekuasaan yang menempatkan kekuasaan terpusat di tangan laki-laki juga bergandengan dengan sistem budaya, ekonomi, sosial dan budaya, demikian kata Ivan Illich.

Perjuangan perempuan itu menuntut adanya solidaritas yang utuh antar sesama perempuan bila ingin melawan kekuasaan patriarkal. Solidaritas yang utuh, menurut Meiwita P Budiman (2001), berarti perjuangan melawan subordianasi perempuan serta menuntut persamaan agama, etnik, ras atau kelasnya. Bagi perempuan dengan agama apapun, kaya atau miskin, pelanggaran hak seksualitas dan reproduksi merupakan kriminalitas pelanggaran hak asasi manusia yang mendasar, meskipun terjadi dalam lingkungan rumah tangga.

Masih menurut meiwita P Budiman, perjuangan feminisme mencoba menguraikan akibat sistem patriarkal seperti tidak adanya komunikasi terbuka antara orang tua dan anak, apalagi soal seksualitas dan repoduksi. Anak perempuan harus mengalami dilema pertumbuhan fisik, mental dan sosial sendirian, tanpa bisa bertanya dan mendapat perlindungan. Perkawinan usia muda, karena memenuhi keinginan orang tua bermenantu anak orang terpandang merupakan bentuk lain pelanggaran hak anak yang sering tidak disadari orang tua. Status sosial keluarga terpandang tidak menjamin tidak adanya standar ganda dalam perilaku seksualitas anggotanya.

Feminisme semakin menemukan signifikasi ketika ternyata diskriminasi peran sosial anak perempuan sudah ditanamkan sejak usia akil baligh melalui pendapat bahwa menstruasi itu kotor maka perempuan tidak boleh ke masjid. Tradisi dan wejangan tentang kewajiban istri melayani suami tidak menekankan kewajiban suami untuk melindungi istri. Apalagi menyinggung hak perempuan untuk menikmati hubungan seksualitas tanpa rasa paksaan atau takut. Tidak heran kalau sebagian besar tindak kekerasan dalam rumah tangga terkunci rapat di balik pintu kamar tidur, tanpa pertolongan dan tanpa bentuk nyata kepedulian aparat pemerintah.

Disisi lain, para suami berhak untuk poligami tanpa memenuhi persyaratan yang sebenarnya ada dalam aturan main menurut Islam. Mungkin perempuan perlu lebih kritis untuk menyadari bahwa ukuran keadilan dalam poligami seharusnya dinilai oleh perempuan sendiri, bukan oleh laki-laki.

Karena itu, sesungguhnya perempuan yang menderita hanya karena terbelenggu impian buruk untuk dapat memenuhi gambaran ideal harapan masyarakat. Dalam pandangan feminisme, perempuan harus menyadari bahwa tubuhnya adalah miliknya sendiri yang perlu dihargai dengan setinggi-tingginya, jauh lebih tinggi dari rasa malu karena harus lari dari tindak kekerasan di rumah tangga atau menjanda. Perempuan harus mampu membuat pilihan dan menyiapkan diri untuk maju mandiri. Tidak ada kata lain, agar kaum perempuan dapat berdaya dan bebas dari penindasan, selain dengan belajar dan terus belajar, mencerdaskan dirinya.

C. Sosiologi Sastra: Sebuah Pendekatan

Karya sastra merupakan anak kandung dari sebuah zaman ketika karya itu dilahirkan. Sastra bisa menjadi catatan otentik dari sebuah zaman. Di sisi lain, karya sastra pun bisa merupakan respon atas perkembangan suatu zaman, dan dengan begitu, karya sastra bisa menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan suatu zaman.

Ketika suara-suara perempuan makin nyaring menuntut pemenuhan hak-hak mereka yang selama ini diingkari, maka karya sastrapun bisa menjadi catatan otentik dari suara-suara nyaring itu. Karya sastra juga bisa merespon tuntutan itu, mungkin memepercepat keberhasilan atau menjadi penghalang suara-suara itu.

Beberapa novel menyinggung proses pelecehan terhadap keberadaan kaum perempuan dan hak-haknya, serta perjuangan untuk membebaskan diri dari itu semua, seperti Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ( Ahmad Tohari), Bekisar Merah ( Ahmad Tohari), Perempuan di Titik Nol ( Nawad El Sadawi), Bumi Manusia ( Pramudya Ananta Tour), Rumah Kaca ( Pramudya Ananta Tour), Gadis Pantai ( Pramudya Ananta Tour), Saman ( Ayu Utami ), dan Perempuan Berkalung Surban ( Abidah El Khaleiqy).

Penelitian ini secara khusus akan menemukan benang merah adanya bentuk-bentuk pelecehan dan penindasan terhadap kaum perempuan dengan nafas perjuangan feminisme para pelakunya. Untuk menemukannya, penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Menurut Wolf dalam Faruk (1994), sosiologi kesenian dan kesusastraan merupakan suatu disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan secara baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan hubungan antara seni atau kesusastraan dengan masyarakat.

Dalam Faruk, dari wellek dan Warren, Sapardi (1978) menemukan setidaknya tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiolgi sastra, yaitu soiologi pengarang, sosilogi karya dan sosiologi pembaca. Dari Ian Watt, Sapardi juga menemukan tiga macam pendekatan yang berbeda, yakni konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat dan fungsi sosial sastra.

Penelitian ini secara khusus akan mengkaji novel Perempuan Berkalung Surban dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra ala Ian Watt dengan pendekatan sosiologi sastra yang kedua, yaitu sastra sebagai cermin masyarakat (mimetis).

D. Ketidakadilan Gender dan Nafas Feminisme

dalam Perempuan Berkalung Surban

Perempuan Berkalung Surban tulisan Abidah El Khaliqy menggambarkan secara jelas dan lugas proses-proses marginalisasi perempuan. Melalui Anissa, putri seorang kiai di sebuah desa, yang menjadi tokoh sentral dalam perempuan Berkalung Surban, Abidah mencoba menggambarkan bagaimana sub-ordinasi perempuan itu berlaku sejak fase kanak-kanak hingga dewasa.

Ketidakadialan gender atau “pengebirian” terhadap hak-hak kaum perempuan terjadi sejak masa kanak-kanak. Proses itu terjadi dalam pola pendidikan dalam keluarga, sekolah dan juga masyarakat.

Melalui Perempuan Berkalung Surban, Abidah El Khaliqy ingin memotret realitas sosial dalam masyarakat, melalui sosok Anissa. Anissa kecil yang ingin belajar dan mengetahui banyak, terpaksa harus menghadapi beberapa benturan dan hambatan, di mana kaum perempuan belum mendapatkan hak-hak kesejajaran dengan kaum laki-laki.

Perhatikan kutipan berikut ini:

“Siapa yang mau belajar naik kuda? Kau, bocah wedok?”

“Iya. Memangnya kenapa, pak? Tidak boleh? Kak Rizal juga belajar naik kuda.”

“Ow..ow..ow..jadi begitu. Apa ibu belum mengatakan kepadamu kalau naik kuda hanya pantas dipelajari oleh kakakmu Rizal, atau kakamu Wildan. Kau tahu, mengapa? Sebab kau ini anak perempuan, Nisa. Nggak pantas anak perempuan kok naik kuda, pencilaan, apalagi keluyuran mengelilingi ladang, sampai ke blumbang segala. Memalukan! Kau ini sudah besar masih bodoh juga, hh!!!”

(hlm 06)

Dalam kasus lain, Annisa harus mendapat realitas bahwa ternyata penempatan wanita sesuai “kodratnya”, ternyata juga disebarkan dan didoktrinkan melalui bangku-angku sekolah, bahkan sejak sekolah dasar. Annisa kecil yang sedang belajar, mendapatkan pelajaran Bahasa Indonesia yang berbunyi:

A-yah per-gi ke kan-tor

I-bu me-ma-sak di da-pur

Bu-di ber-ma-in di ha-la-man

A-ni men-cu-ci pi-ring

(hlm 10)

Annisa kecil sebenarnya tidak menerima kenyataan yang menimpa kaumnya itu. Apa yang dialaminya di sekolah itu, sampai kini pun masih terjadi di bangku-bangku sekolah; bagaimana sejak dini kita seperti harus menerima kenyataan; bahwa laki-laki secara kodrati adalah berada di wilayah publik, sedangkan kaum perempuan berada di wilayah domestik.

Apa yang dialami Annisa kecil menimbulkan pertentangan batin baginya. Annisa kecilpun bertanya pada ibunya:

Coba ibu jawab. Berapa jam seorang perempuan dapat menyelesaikan kewajibannya dalam sehari. Ayo!”

“Yah… tergantung, Nisa.”

“Tergantung apa Bu?”

“Tergantung kepandaian dan kecakapan wanita mengatur waktu.”

“Waktunya untuk melaksanakan kewajiban itu pagi saja atau siang saja Bu?”

“Yah ada yang pagi, ada yang siang, ada yang sore, juga malam.”

“Jadi…seharu semalam dong.”

“Memang begitu.

Ada

apa Nisa? Pertanyaanmu kok aneh?”

(hlm 13-14)

Menghadapi realitas itu, melalui Annisa kecil, tampak sekali keinginan untuk terbebas dari penindasan dan ketidakadilan gender. Lihatlah misalnya, ketika terjadi dialog antara Annisa dengan Maimunah, seorang santri putri yang mengajari qira’ah Annisa. Ketika Annisa protes ketidakadilan yang diterimanya dibandingkan kakak-kakaknya, Annisa menerima penjelasan harus menerima apa adanya. Padahal, menurutnya, kakak-kakaknya adalah orang pemalas, sedangkan dirinya justru harus banting tulang mencuci piring, menyapu, memasak dan masih juga belajar.

“Benar mbak. Habis Rizal dan Wildan boleh kembali tidur. Sementara Nisa harus membersihkan tempat tidur dan membantu ibu memasak di dapur. Sementara Rizal dan Wildan masuk lagi ke kamar, katanya mau belajar, padahal Nisa lihat sendiri mereka kembali tidur sehabis shalat subuh.”

“Eh Nisa. Orang pemalas tidak perlu dicemburui. Lagi pula, Nisa

kan

perempuan. Perempuan itu memiliki kewajiban untuk belajar mengurus rumah tangga. Itu semua baik untuk masa depan, Nisa.” (hlm 21)

Annisa bukannya tidak mendapatkan teman mengadukan keluh kesahnya, sebaliknya, Annisa kecil telah menemukan seorang Lek Khudori, yang dikaguminya baik secara fisik maupun kecerdasan. Dalam kutipan berikut, akan tampak sekali peran-peran yang dilakukan oleh Lek Khudori dalam membimbing dan mengarahkan Annisa kecil. Berbeda dengan kedua orang tua Annisa, dan juga para santrinya, Lek Khudori cenderung menggunakan proses-proses dialogis dalam menjelaskan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Annisa kecil.

Dalam kasus berjilbab misalnya. Lek Khudori dengan seluruh wawasan keagamaan yang didapatnya di pesantren, mencoba menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi oleh Annisa kecil. Berikut kutipan contohnya:

“Itu sama dengan seorang laki-laki yang bertamu ke suatu tempat dengan menggunakan cawat. Memang tak ada larangan, tetapi rasa kesopanan dan keindahan manusia secara umum tidak mnghendaki itu. Kondisi, tempat, dan alasan-alasan lain membuat segala sesuatu tidak memiliki hukum yang tetap.”

“Misalnya, Lek”

“Jika Nisa sedang mandi di kamar mandi, pasti Nisa telanjang. Dan kamar mandi pastilah berbeda dengan sekolah, masjid, supermaket atau lapangan sepak bola.” (hlm 47).

Novel ini juga menggambarkan betapa proses peminggiran kau perempuan itu juga didukung oleh sebagian kaum agamawan. Mereka, kaum agamawan itu memanfaatkan dalil-dalil keagamaan, misalnya ayat suci untuk dijadikan justifikasi pendapatnya. Dalam novel ini dicontohkan bagaimana para kiai dan pengasuh pasantren menggunakan kitab sebagai justifikasi atas pendapat-pensapat mereka, tentang peran dan kedudukan lelaki dan perempuan.

Annisa kecil yang mengikuti kajian kitab di pesantrennya, harus menghadapi kenyataan pahit bagi kaumnya, bahwa ternyata banyak dalil-dalil yang justru digunakan oleh kalangan agamawan untuk menjustfikasi pendapatnya.

Dalam banyak hal, akibat dari keadaan atas, perempuan menjadi kalah kelas di hadapan Tuhan. Sebutlah misalnya bagi kaum perempuan yang sedang menstruasi. Dalam agama di katakan, jika perempuan sedang menstruasi, mereka diharamkan menunaikan banyak ibadah sepeti shalat dan puasa.

Kutipan berikut akan menjelaskan masalah tersebut:

“Tersebutlah dalam kitab bahwa perempuan itu memang manusia, tetapi kurang sempurna akal dan agamanya. Terbukti bahwa akal laki-laki melebihi perempuan, kata ustadz Ali yang menjadi badalnya bapak. Entah melebihi dalam hal apanya aku kurang paham…” (hlm 70-71).

“Jika perempuan sedang menstruasi, mereka diharamkan menunaikan banyak ibadah seperti shalat dan puasa. Maka berkuranglah agamanya…”(hlm 72)

“Tetapi bukan hanya itu. Perempuan yang sedang menstruasi juga dilarang masuk masjid. Padahal Wak Tompel yang setiap malam minum tuak dan berjudi di kedai yu Sri, tidak dilarang untuk tidur menggelosor doi dalam masjid dan tak seorangpun berani mengatakan ahwa itu haram. Demikian juga Wak Burik, blantik sapi yang membuka praktik rentenir itu, sering juga datang dan ngorok dengan mulut berbusa di dalam masjid…” (hlm 73)

Selain itu, anak-anak perempuan juga telah dikenalkan tentang “kodrat” yang harus mereka jalankan ketika mereka dewasa kelak. Dalam budaya masyarakat patriarkhi, kaum perempuan secara eksplisit akan dididik untuk bersiap-siap menjadi orang yang siap berumah tangga dan melayani suaminya. Dalam banyak kasus, tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh istri terhadap suaminya dianggap sebagai satu hal tercela. Fenomena ini juga masih didukung oleh dalil-dalil yang “didasarkan” pada agama.

“Perempuan yang mengambil harta suaminya tanpa seizinnya, ia memikiu dosa seperti dosa tujuhpuluh ribu pencuri.”

“Perempuan yang mengeraskan suaranya terhadap suaminya, maka segala sesuatu yang terkena sinar matahari akan melaknatinya.”

“andaikata kedua hidung suami mengalir darah atau nanah, lalu sang istri menjilati dengan lidahnya, ia belum memenuhi hak suaminya. Kalau manusia boleh bersujud kepada manusia, niscaya aku perintahkan perempuan itu untui bersujud kepada suaminya.” (hlm 77).

Dalam hal memilih jodoh atau pasangan hidup pun, perempuan serin mendapatkan perlakuan diskriminatif. Ketika seseorang datang untuk melamarnya, masih sering terjadi keputusan diterima atau tdaknya keputusan itu tidak melibatkan ank gadisnya. Dalam kata lain, orang tua mengambil keputusan sepihak untuk menerima atau menolaknya. Seringkali, sikap orang tua yang bersikap sepihak dalam memutuskan perkara ini, lebih didasarkan atas keinginan untuk memiliki menantu dari keluarga terpandang

“Tetapi anak perempuan

kan

tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup jika telah mengaji bebeapa kitab… Kami juga tidak terlalu keburu ya…mungkin menunggu sampai si Udin wisuda kelak. Yang penting…kita sepakat untuk saling menjaga. Mengenai kapan dilangsungkannya pernikahan nanti

kan

bisa dirembug lagi. Bukankah begitu pak Han? Kita ini

kan

sama-sama orang tua…,” suara laki-laki sang tamu mempengaruhi.(hlm 90).

Di masyarakat pun kerap kali terjadi, anak-anak perempuan yang sudah memasuki masa baligh, dari mengeluarkan darah kotor (menstruasi) sebagai peristiwa alam, namun mereka tidak siap menghadapi siklus bulanan itu. Hal seperti itu digambarkan dengan cukup jelas dalam kasus “datang bulan”-nya Annisa kecil.

“Dua hari kemudian, setelah kepalaku berputar dalam pusaran kebimbangan, aku dikejutkan oleh bercak-bercak darah merah yang menempel pada celana dalamku. Membuatku ketakutan dan panik. Kuingat semua aktivitasku pada hari itu, terutama urusan panjat-memanjat pohon. Rasanya tak ada pohon berbahaya yang telah kupanjat dan aku tak main loncat-loncatan yang cukup berarti untuk membuatku berdarah. Tetapi ada apa? Antara takut, was-was dan malu, kudatangi ibu untuk menanyakan perstiwa yang baru kualami itu.”(hlm 92).

Parahnya, kadangkala, penjelasan yang diberikan orang tua atas pertanyaan yang disampaikan anaknya, juga kurang memuaskan bagi anak serta tidak menyentuh substansi permasalahan yang ditanyakan.

“Selesai bicara dan memberi sedikit kursus untuk menjaga darah haid, ibu segera bangkit dari tempat duduknya dan tergesa menuju ruang tamu. Sama sekai aku tidak puas dengan keterangan ibu. Yang ingin kuketahui sebenarnya, apakah darah haid itu? Mengapa dikatakan sebagai darah kotor? Lau daraah yang bersih itu yang bagaimana? Dan apakah laki-laki juga mengalami menstruasi? Mengapa pula perutku jadi mual seperti ini?

Ada

apa dengan wajahku yang pucat pasi ini? Mengapa tangan dan kakiku menjadi dingin berpeluh keringat? Dan perasaan apa yang tengah kurasakan? Ingin marah dan gelisah tak menentu? Terasa da sesuatu yang hendak menguap dari tubuhku tapi tak ada. Semuanya membuatku kegerahan sekalipun udara begitu nyaman “(hlm 94).

Penderitaan yang dialami perempuan masih berlanjut ketika mereka memasuki masa berkeluarga. Pernikahan yang mereka lakukan, kadangkala justru memasukkan kaum perempuan ke dalam keadaan yang lebih memprihatinkan. Annisa adalah potret nyata kaum perempuan yang mengalami derita di awal-awal usia perkawinannya. Bahkan, penderitaan itu sudah dimulai dari malam pertama pernikahan mereka.

Kewajiban seorang istri untuk melayani suami, yang selalu diajarkan orang tua kepada anak-anak perempuan seperti menjadi senjata ampuh para lelaki untuk melakukan kekerasan terhadap kaum perempuan. Kewajibam istri melayani suami, tidak diikuti oleh kewajiban sumi untuk melindungi istri. Kondisi ini juga diperparah ketika ternyata perempuan-perempuan itu berpendidikan rendah dan lebih bodoh dari suaminya. Dalam kondisi inilah, seringkali para suami akan menggunakan kepintarannya untuk menindas para istri.

Demikianlah, Anisa pun menjadi cermin nyata kondisi mengenaskan kaum perempuan itu. Anisa yang hanya lulusan SD harus menghadapi Samsudin, suaminya yang seorang sarjana dan putra seorang Kyai terpandang.

“Otakku suda penuh dengan ilmu. Jadi jangnan tambah lagi demngan sesuatu yang tidak berguna dari mulutmu, nanti bisa pecah”.

“Kupikir yang memenuhi kepalamulah yang tak berguna, bukan sesuatu yang keluar dari mulutmu. “

“……..dan seperti harimau lapar tengah berhadapan dengan mangsanya, ia menggeram untuk kemudian mencekik leherku dengan kuat sambil mengeluarkan sumpah serapah tujuh turunan dan kata-kata makian yang diambil dari kamus kebun binatang. Setelah menampar, mencekik dan menjambak rambutku dengan penuh kebiadaban, setelah melihat tenagaku lemas tak berdaya, ia pergi sambil meludahi wajahku berkali-kali.” (hlm 104-105).

Apa yang dialami oleh Annisa ini seperti ingin membongkar potret yang disembunyikan dalam kamar dan rumah-rumah, di mana para istri harus menghadapi kenyataan yang dihadapinya berupa kekerasan yang diterima dari para suami.

Para

istri itu, dengan alasan malu ataupun takut, serngkali tidak bisa berbuat apa-apa bahkan sekedar melaporkan pada pihak yang berwajib, atas kekerasan yang mereka terima.

Para

istri, dengan alasan menjaga harmonisnya sebuah rumah tangga, harus rela memendam kepedihan-kepedihan dan penderitaan.

Tak hanya itu, bahkan dengan adanya layanan yang baik yang telah diberikan para istripun seringkali para suami masih juga bermain dengan perempuan lain di luar rumah alias selingkuh. Bahkan tak jarang para suami dengan terang-terangan membawa perempuan lain ke rumahnya, di hadapan mata dan hidung para istri nya. Demikian juga dengan Samsudin, suami Annisa.

“Pada suatu saat, seorang dari para janda itu dan mengadukan perilaku Samsudin yang telah menghamilinya. Ia minta pertanggungjawaban Samsudin untuk menikahinya” (hlm 116).

Pemecahan atas masalah, itu kemudian justru menambah penderitaan para istri. Jalan keluar paling sederhana atas perbuatan Samsudin itu, dengan persetujuan orang tuanya, adalah dengan menikahi janda tersebut. Dalam kata lain, Samsudin akan memadu Annisa dengan janda yang dikemudian hari diketahui barnama Kulsum.

Hubungan dua istri dalam satu rumah, dapat ditangkap dengan jelas malalui hubungan Annisa dan Kulsum dalam satu rumah. Kulsum yang merasa sebagai seorang istri mampu melayani suami, akhirnya mengambil alaih semua tugas-tugas rumah tangga,keuangan dan melayani suami. Bahkan, seringkali antara Samsudin dan Kulsum melakukan hubungan badan di hadapan Annisa. Namun begitu, karena muak, Annisa tidak merasa cemburu atas perbuatan keduanya.

Namun akhirnya, Annisa mengetahui bahwa ternyata Kulsum juga mengalami penderitaan yang terus disembunyikannya. Pada saat seperti itulah, Annisa memerankan diri sebagai orang yang berkewajiban untuk memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan. Melalui sebuah dialog, Annisa mengingatkan Kulsum pentingnya hubungan suami istri yang seimbang.

“Sebenarnya aku tidak menghendakinya. Mas sam-lah yang menyuruhku begini-begitu. Kalau aku tak mau mengikuti keinginannya ia mengancam akam menceraikanku. Jadi apalah dayaku.”

“Seseorang tidak bisa disalahkan atau dbenarkan jika melakukan sesuatu dalam kondisi terpaksa. Tetapi kita harus memiliki sikap yang jelas terhadap sesuatu. Bukankah begitu mbak Kulsum?” ( hlm 119).

Perjuangan untuk menempatkan kaum perempuan sebagaimana mestinya, harus dimulai dari yang paling dekat. Setelah dimulai dari diri sendiri, harus dimulai dari lingkungan keluarga. Dan itulah yang dilakukan Annisa ketika melihat penderitaan yang dialami Kulsum.

“Aku berpikir, sepertinya perempuan bernama Kulsum ini perlu diberi tuntunan yang baik dan sepertinya ia masih bisa diajak berdiskusi untuk mendapatkan yang terbaik. Ini kenyataan yang sedikit membesarkan hati, membuatku tidak terlau merasa asing di rumah ini. Bahwa disisni masdih ada seseorang yang masih mungkin dimanusiakan” (hlm 124).

Perjuangan Annisa untuk memperjuangkan nasibnya dan perempuan itu mendapat dukungan penuh dari banyak kalangan, khususnya Lek Khudori, yang dikemudian hari setelah Annisa cerai dengan Samsudin akhirnya menjadi suami Annisa.

Pengalaman dan penderitaan masa lalu, menjadi pelajaran berharga bagi seseorang untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Demikian itulah yang dialami oleh Annisa. Atas saran Lek Khudori, Annisa meneruskan sekolahnya hingga perguruan tinggi. Di tingkat inilah Annisa aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memperjuangkan hak-hak kaum wanita.

Melalui kegiatan-kegiatan itulah, Annisa belajar organisasi, manajeman, menguasai

massa

dan juga lobbying. Selain kuliah, Annisa juga tak lupa mengikuti kursus bahasa asing di sebuah college. Dengan seabrek kegiatan dan pengalaman pribadi serta hasil diskusi dengan Lek Khdori, Annisa tampil menjadi seorang feminis yang mumpuni..

Annisa dan Lek Khudori juga memotret secara nyata, bahwa kehidupan yang tidak saling memaksa, dan didasari oleh nilai-nilai cinta, akan menghasilkan kehidupan yang harmonis dan membahagiakan satu sama lainnya. Kehidupan bahagia antara Annisa dan lek Khudori dimulai dari pernikahan mereka. Trauma yang dialami oleh Anniasa semasa menjadi istri Samsudin, mengakibatkan malam pertam lek Khudori dan Annisa tertunda beberapa hari.

Namun atas persetujuan dan diskusi, keduanya rela menunda hubungan badan hingga beberapa hari, dan justru hubungan yang dilandaskan atas saling diskusi dan persetujuan itu, menghasilkan kehidupan yang bahagia dan harmonis yang membuat iri teman-teman Annisa.

Hal yang sama juga dilakukan untuk menentukan masa kehamilan. Antara Annisa dan Lek Khudori selalu mendiskusikannya dengan saling membuka diri satu sama lainnya. Sehingga akhirnya, ketika Annisa sudah siap untuk hamil dan mengasuh anak, kehamilan itupun terjadi atas kehendak-Nya.

Perempuan Berkalung Surban secara nyata memotret kondisi sosial masyarakat

kota

, yang sangat patriarkal dan melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Atas kondisi ini, Perempuan Berkalung Surban dengan jelas memotret adanya perjuangan feminisme yang menuntut adanya persamaan hak dan kesetaraan gender antara kaum perempuan dan laki-laki.

DAFTAR BACAAN

El Khaliqy, Abidah. Perempuan Berkalung Surban. 2001. Yayasan Keluarga Fatayat. Yogyalarta

Eleanora wieringa. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. 2001.Garda Budaya.jakarta

Faruk. Sosiologi sastra.1994. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta

Fakih, mansur. Transformasi sosial. Insist.

Yogyakarta

Illich, Ivan. Matinya Gender. Bentang.

Yogyakarta

Kartiniku

ANGIN APRIL

: Kartini


Tin,

hari ini aku melihat wajahmu lagi

seperti waktu waktu usang

di layar TV dan koran pagi

Waktu makin menua,

Tapi angin april lekat pada mereka

Bocah – bocah kecil dengan sanggul dan selendang

Bersorak menyuarakanmu

April beranjak

Dan, mereka yang menua

Kembali sibuk menyimpan gambarmu

Dibawah tumpukan koran bekas

PEDE!!!


PEDE,

WHY NOT??

Apa sih PEDE itu? PEDE yang merupakan kependekan dari istilah Percaya Diri merupakan sebuah kondisi dimana seseorang itu merasa nyaman, gembra, merdeka dan terbebas dari tekanan dari pihak manapun.

Untuk menjalani hidup ini kita membutuhkan modal awal, salah satunya adalah Percaya Diri. Jika kita sendiri tidak percaya pada diri kita? Bagaimana orang lain mau mempercayai diri kita?

Kiat-kiat seperti apa saja sih yang bisa membangun rasa PEDE?

  1. Perlakukan diri kita dengan baik yuk!!

Tanamkan rasa bersyukur kita pada Tuhan bahwa kita telah terlahir begitu sempurna dan penuh berkah, cintai diri kita, jangan merendahkan diri, slalu berpikir postif dan yakinlah bahawa kita BISA



  1. Melakukan hal-hal yang sebaiknya kita lakukan. Apa saja ya??
    • Selalu tersenyum
    • Menatap wajah orang yang berbicara pada kita
    • Berpakaian bersih dan rapi
    • Banyak bergaul dengan orang-orang sukses
    • Bangun imajinasi, suatu saat kita menjadi orang penting
    • Selalu berusaha merawat diri
  2. Menghindari kebiasaan-kebiasaan yang merugikan kita, misalnya:
    • Menyalahkan pihak lain sebagai penyebab kegagalan
    • Menganggap diri tidak bermanfaat dan bermakna
    • Menunda untuk berbuat kebaikan
    • Menganggap keberadaan dirinya tidak penting

Nah, sekarang kamu siap jadi orang yang penuh dengan rasa PERCAYA DIRI??

Ikuti kiat-kiatnya...!!!

Proficiat!!!!

Human Relation

Dalam lingkup sosial maupun profesional, seseorang selalu saja bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain. Hampir setiap saat kita selalu bertemu dengan orang asing, baik di lingkungan rumah, sekolah, perusahaan tempat kita bekerja, hubungan bisnis, maupun di perjalanan kita menuju suatu tempat. Dan permasalahan yang selalu timbul ketika kita bertemu dengan orang yang baru dikenal adalah 'kebekuan'. Dalam hal pembicaraan bisnis, beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama, bagaimana caranya kita menghilangkan rasa malu. Adalah hal yang wajar jika setiap orang memiliki rasa malu jika bertemu dengan orang asing, hanya saja mungkin kadarnya berbeda. Memiliki bekal kepercayaan diri yang kuat, merupakan langkah awal yang baik. Sehingga perasaan rendah diri yang berlebihan bisa segera mungkin dijauhkan dalam pikiran kita dan tentunya hal tersebut mampu membuat kita enjoy ketika berbicara dengan orang tersebut. Kedua, bagaimana kita membangun kepercayaan diri ?? Beberapa faktor yang ampuh supaya kita bisa memiliki kepercayaan diri yang kuat antara lain adalah :

  • sikap yang baik, yakni sikap yang indah yang dibungkus dengan senyum dan sapa
  • gaya berbicara yang menjual, yakni etika berbicara yang mampu mebuat lawan bicara kita terkesan. Dalam hal ini olah tubuh dan kontak mata memiliki peran yang cukup penting.

  • Penampilan yang menarik, yakni penampilan yang tepat ( mampu menempatkan diri ). Misalnya dalam lingkup profesional, seseorang yang berpenampilan sopan, elegan dan eksekutif akan jauh lebih menarik perhatian lawan bicara dibandingkan dengan orang yang berpenampilan biasa saja.
  • Citra diri, yakni gambaran yang indah dan menarik tentang diri seseorang sehingga mampu meninggalkan kesan positif bagi lawan bicara.

Dengan menguasai beberapa hal tersebut di atas, seeorang akan memiliki kepercayaan diri yang kuat, sehingga ketika memulai berkomunikasi dengan relasi untuk tujuan tertentu tidak akan mengalami kesulitan.

Dalam lingkup Bisnis jika kita akan bertemu dengan relasi, beberapa hal yang tidak boleh kita lupakan adalah :

  • persiapan, diantaranya membuat appoitment, menyiapkan bahan pembicaraan, berpenampilan yang sesuai.
  • berkomunikasi dengan etika yang baik dan benar
  • pastikan mendapatkan kartu nama atau contac person yang memegang peran terhadap hal yang sesuai dengan sasaran kita.
  • tinggalkan kesan yang positif

Seks dalam Sastra

“ Seks” Komoditi Penting Dalam Kancah

Sastra Indonesia Mutakhir

Biarlah tulisan ini dimulai dari semakin banyaknya kita temui teks-teks sastra (terutama novel dan cerpen) di toko-toko buku yang sebagian besar bernaung dari sebuah problema kebebasan seks. Problema seks menjadi incaran penerbit, toko buku sekaligus pembaca, yang pada akhirnya mendorong pengarang (sastrawan) untuk ikut terjun dalam dunia tersebut,dan ini memiliki peran yang cukup penting dalam sastra.

Adalah lumrah, jika seorang sastrawan menginginkan hasil karyanya menjadi sesuatu yang wah, yang disorot, sehingga banyak diminati oleh banyak orang. Dampak yang paling jelas terlihat adalah namanya yang melejit (terutama bagi penulis-penulis muda), dan royalti yang mengalir lancar. Sebagai orang yang kreatif, dan berimajinatif, tentunya sastrawan mampu mengembangkan ide kecilnya menjadi suatu hasil karya yang besar. Dibantu oleh editor dari suatu badan penerbitan, akhirnya hasil karya sastranya itu tak lagi berorientasi pada seni untuk seni tapi cenderung pada seni untuk pasar, baik dari segi pemilihan judul, yang berkesan menjebak pembaca, maupun pengembangan tema yang dimunculkan.

Entah merupakan suatu hasil perenungan dan proses kreatif yang murni atau karena melihat peluang pasar, fenomena yang muncul akhir-akhir ini adalah banyaknya karya sastra (terutama novel dan cerpen) yang ditulis oleh penulis-penulis muda yang sarat dengan kegairahan seks, meskipun itu bukan tema utama yang ingin disampaikan oleh penulis.. Tidak dapat dipungkiri jika memang sejak dulu seks senantiasa hadir dan mewarnai dalam kancah pernovelan di

Indonesia, akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa sastra mutakhir memiliki suatu pengemasan yang berbeda mengenai seks. Seks banyak digunakan sebagai suatu kekuatan untuk pemberontakan. Seks menjadi sesuatu yang patut untuk diperjuangkan, dipertahankan dan dimuliakan, bahkan dihinakan. Bisa dikatakan bahwa seks saat ini menjadi suatu komoditi yang penting untuk menembak pasar. Tampilan seks yang vulgar dengan permainan yang sedikit banyak terbumbui oleh erotisme adalah sasaran empuk menarik pembaca untuk saat ini. Hal ini mungkin juga terinspirasi oleh banyaknya penelitian-penelitian mengenai lika-liku seks, seperti sebut saja tulisan-tulisan Moamar Emka yang akhirnya diikuti oleh penulis-penulis lain dengan tema yang tidak jauh berbeda.

Beberapa judul novel atau cerpen yang masih hangat ditelinga kita antara lain adalah Suara Perih Perempuan, Kau Bunuh Aku Dengan Cinta, Garis Tepi Seorang Lesbian, Wajah Sebuah Vagina, Jangan Main-Main (dengan Kelaminm ) dll. Novel-novel tersebut memiliki problema yang hampir sama, seperti telah disebutkan diatas yakni adanya suatu kegairahan seks. Seks seolah-olah menjadi kekuatan yang ampuh untuk membungkus alur novel tersebut menjadi sesuatu yang menarik. Dilihat dari judulnya saja, dapat kita tebak apa yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca, yang tentunya dalam penyampaian itu melalui semacam upaya, nah seks merupakan upaya yang jitu untuk menarik pembaca. Mengapa ?, karena seks menjadi tema besar dalam drama kehidupan manusia saat ini. Pikiran-pikiran manusiapun belakangan menjadi lebih seksual saking besarnya tema seks yang mendominasi kehidupan. Dalam situasi seperti ini, kekuasaanpun menjadi lebur dalam tema besar tersebut. Pemikiran seks sebagai strategi kuasa untuk mengatur dan mengkontrol hidup manusia mulai terbentur oleh perkembangan realitas yang terjadi saat ini. Nilai-nilai moral yang mencoba mengatur kehidupan seks manusia, juga semakin terbentur oleh kenyataan yang sama sekali berbeda.

Uraian diatas sedikit memberi gambaran pada kita bagaimana kehidupan seks saat ini, yang akhirnya berpengaruh juga terhadap perkembangan sastra mutakhir yang ternyata tidak sedikit memanfaatkan “seks” sebagai ruang untuk berimajinasi. Adalah benar, jika kita beranggapan bahwa Sastra adalah cermin masyarakat. Ketika sastra tersebut memiliki kekuatan untuk menggairahkan masyarakat, maka sastra itupun akan mengekor pada kondisi sosial masyarakat. Akhirnya, “seks” yang tak lagi dipandang sebagai suatu hal yang tabu, tetapi justru menjadi sesuatu yang “interest” mampu menjadi komoditi penting dalam kancah sastra Indonesia mutakhir.